ketika belah tempurung kelapa menengadah
sekeping pundi tergolek bertulis angka murah
bertumpu pada getar lima jemari nan rapuh
keriput kulit renta membalut sekujur tubuh
perempuan itu tersimpuh beralas serpihan koran
kukuh dalam diam ditengah temaram rintik hujan
berlindung dibawah selembar selendang kain tua
bahu trotoar sebagai tanda dimana dia kini berada
dibalik raut wajah tirus menyimpan selaksa harapan
tubuhnya kian kurus karna makin jarang bisa makan
menunggu kepingan logam uluran tangan dermawan
sekedar menyambung hidup dimasa akhir kehidupan
terdengar sayup langkah lelaki melintas didepannya
matanya yang redup nampak memandang penuh asa
“kasihanilah saya, tuan” ucapnya lirih mengundang iba
namun lelaki itu melenggang seolah tak mendengarnya
perempuan itu tundukkan wajah menyirat kekecewaan
matanya berkaca merenungi nasibnya yang penuh derita
sekedar berharap sekeping uang logam untuk bisa makan
tinggal pasrah menjalani suratan nasib di penghujung usia
diantara kepedihan yang mendalam
keteguhan iman mampu tegarkan jiwa
disela bibirnya sebait do’a tergumam
semoga sisa waktu berpihak kepadanya
.oOo.
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2014/02/12/belah-tempurung-kelapa–631264.html