Berlindung Dibawah Payung Jaketnya

payung2

namaku rani, masih kuliah di fakultas kedokteran umum
pada suatu hari, aku tengah berada di ruang praktikum
kebetulan aku datang agak terlalu cepat
banyak teman kuliahku belum berangkat

aku menunggu tak jauh dari pintu masuk ke ruang
kedua bola mata kubiarkan berkeliaran memandang
tiba-tiba tatapanku berhenti pada seorang lelaki
duduk diseberangku sambil membaca buku sendiri

dia duduk membelakangiku tak tahu sedang kuperhatikan
aku jadi lupa bernafas melihat paras wajahnya yang tampan
siapa gerangan dia, pikirku mungkin mahasiswa lain jurusan
tapi kenapa aku ingin terus menatapnya dan tak pernah bosan

perasaanku makin bergemuruh, rasanya ingin sekali berkenalan
aku masih menatapnya tajam, hati ku tak berhenti memanggilnya

“hai kamu, balikkan badanmu..
sekarang tengok aku.. ayo.. tengok aku..”

meski dalam hati aku memanggilnya, mataku sampai berkaca kaca
mungkin karna aku begitu terhanyut pesona keindahan wajahnya

tapi apa yang terjadi kemudian, sungguh membuatku terkejut
tiba tiba dia menengok kebelakang, dan melihat  kearahku
dadaku berdegub keras tapi aku bersikap pura pura tidak tahu
Tuhan, kenapa dia seolah olah bisa mendengar suara hatiku ?

beberapa hari berlalu, turun hujan deras pada suatu siang
di luar gedung kampus kuberlari mencari tempat berteduh
tiada pilihan aku terpaksa menuju dibawah pohon rindang
sekedar menunggu sampai tetesan air hujan berhenti jatuh

tak kusangka ada seorang pria bergegas menuju kearahku
hujan yang mengguyur nampaknya ingin juga dia hindari
ternyata dia lelaki yang aku lihat beberapa waktu lalu
Tuhan, kenapa dia seolah tahu bahwa aku berada disini ?

dia nampak tersenyum melihatku sambil mengerutkan dahinya
“hai, rasanya aku pernah melihatmu, tapi dimana ya..”
aku pura-pura tak tahu apa maksudnya, sambil jaga gengsi
padahal kedua kakiku gemetar, berada didepan dia berdiri

“adam”, sambil berkenalan, nama itu terucap dari bibirnya
“rani”, balasku singkat dan ku masih pura-pura bersikap biasa
tak enak dilihat orang, aku berniat pergi meski hujan belum reda
tapi dia mencegahku sambil bertanya,”masih deras, mau kemana ?..

“ke perpustakaan” jawabku sambil bersiap menembus tirai hujan
“kan jauh dari sini ?” matanya memandang gedung perpustakaan
“nggak papa, nanti berhenti dulu di dua gedung itu” aku bersikeras
“boleh aku mengantarmu ?” sikapnya tulus dan mukanya nampak memelas

kemudian dia melepas jaket kulitnya, dan membentangkan diatas kepala
ayo, kita pakai payung antikku” sambil tersenyum mengajakku bercanda
seraya dia mendekat agar tubuhku terlindung dibawa payung jaketnya
“satu, dua, tiga…“serentak dengannya aku mengayunkan langkah sama

aku dan dia berjalan sambil berlari menembus hujan yang makin deras
dua pasang tapak kaki membelah jalan aspal basah meninggalkan bekas
sesekali kudengar lenguhan nafasnya berirama alunan musik gamelan
betapa bahagia rasanya bersama dia, seperti aku sedang berpacaran

gedung pertama aku singgahi bersamanya sambil menepis tetes air dibaju
aku dan dia saling tersenyum lucu seperti sedang dalam permainan seru
tak ada sepatah katapun yang aku ucapkan demikian juga dia hanya diam
tapi dalam hatiku seakan berteriak kegirangan karna berada di sisi adam

sesaat aku dan dia melanjutkan sisa perjalanan menuju ke gedung kedua
gedung terakhir yang kulewati sebelum sampai ke perpustakaan kampus
nafasku mulai terengah engah dan dia melirik kepadaku ,”capek yah ?”
aku tersenyum simpul dan menggelengkan kepala sambil melangkah terus

setelah beberapa puluh  langkah sampailah aku dan dia di gedung kedua
sambil berhenti sejenak, aku melihat dia merapikan bentangan jaketnya
aku merapat ketubuhnya dan kembali berlari untuk sampai sebentar lagi
Tuhan, betapa indahnya perjalanan ini seakan ingin hujan jangan berhenti

tak lama kemudian sampailah aku ke tujuan akhir di gedung perpustakaan
begitu menginjak teras bangunan itu, terimakasih padanya aku ucapkan
diapun tanpa banyak bicara , tubuhnya berbalik arah dan meninggalkan
aku terdiam menatapnya berlari sendiri dibawah rintikan air hujan

rasanya tak ingin sedikitpun kehilangan dia, aku segara naik ke lantai atas
dari balik kaca gedung yang tersamar embun aku menunggu dia melintas
beberapa detik kemudian dia nampak berjalan dan menengok kearahku
aku segera memalingkan muka,  tapi dalam hati aku tak bisa lagi menipu

Tuhan, bagaimana aku bisa berpisah dengannya
sementara aku masih ragu dapat lagi bertemu dia
betapa indah berada dibawah jaket hitamnya
mengapa perjalananku sedemikian dekat kurasa..

.oOo.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.