Puisi Karya : Feisya
Daster batik terusan panjang
Hanya tiga pasang yang ia punya
Aromanya bercampur antara aroma bawang juga keringat
Ia cuci saat menjelang datangnya lelap
Genduk sesungguhnya rindu negerinya
Negeri Genduk terdengar negeri yang sudah menjadi negeri antah brantah
Meskipun begitu ….
Genduk tetap mencintai negerinya
Samar samar genduk merapikan kenangannya
Kenangan di mana ia harus terpisah dengan putrinya
Yang seharusnya belum boleh di sapih
Namun genduk mengikat puting susunya
Air mata Genduk juga jeritan putrinya
Tangisan Mbok dan Bapaknya
Adik adiknya yang sedih
Cinta yang ia ikat jadi satu dengan tiga baju batik yang baru ia beli
Genduk melintasi awan
Menganyam matahari
Membuntal air mata
Sesekali menyeka air susunya yang terus meleleh
Genduk , menguap tanda raga perlu di rebahkan
Genduk jauh mencari nafkah di negeri orang
Genduk menangis setiap malam
Genduk terkadang juga marah , saat ia tak lagi bisa menyusui anaknya
Namun ini sketsa yang harus ia gores dalam dua tahun lamanya
Genduk di sebut babu
Di sebut pahlawan devisa
Genduk tak ambil pusing soal sebutan apa yang tepat untuknya
Genduk hanya meratapi
Dan bertanya,
Kenapa tak ada pilihan , agar ia tetap bisa mendekap putrinya
Juga bisa melihat usia si Mbok dan Bapak yang merangkat senja
Genduk berharap
Negerinya kaya raya seperti dalam cerita
Genduk berdoa agar majikannya yang jahat suatu ketika mencari pekerjaan di negerinya
Genduk juga memohon supaya Tuhan mengubah nasibnya
PF (Enambelas, Empat, Tigabelas )
puisimu juga bagus feisya, makanya aku suka. makasih komennya 🙂