terbaring sendiri di ruang sempit
di antara waktu yang menghimpit
rebahkan kepala pada tiang dinding
bersama pedih yang setia menyanding
tak mampu menepis wajahmu yang tergambar
lembut memudar di sepanjang langit kamar
indahmu menyentuh jiwa yang sunyi
bagai sinar mentari menyapa pagi
bulan berbisik lirih pada lelaki usang
mengapa menunggu yang tak pernah datang
menikmati simponi keheningan yang dalam
hanya membuang mimpi di sepanjang malam
kau bagai selembar kapas yang terbang
menari indah bersama angin melenggang
memandang parasmu bagai dewi nirwana
tatap mata yang teduh marasuki sukma
aku tak peduli menanggung rasa perih
kunikmati butiran airmata yang jatuh
kupanggil lirih namamu dalam rindu
saat terjaga dari mimpi yang syahdu
ingin aku berkaca pada hati sekali lagi
masih adakah setitik asa sempat kuraih
sementara wajahku penuh goresan elegi
tinggalkan jejak garis air mata sedih
aku seperti kuda kehilangan logika
menerjang batas pagar yang tertanam
larut menyatu ke dalam fatamorgana
merajut cinta hampa yang terpendam
aku memilih menjadi pujangga sejati
melukis kisah ke dalam bait-bait puisi
meski kau tak pernah berkenan membacanya
biarlah kutulis demi waktu yang tersisa
kau telah menyempurnakan kepedihan ini
aku tenggelam di dasar samudera ilusi
kucoba bertanya pada penghujung hari
kapankah waktu akan segera berhenti
#####DB#####
#donibastian – lumbungpuisi
greenfield – 26/11/2015