ada satu boneka raksasa yang sering dipanggil ondel-ondel
terlahir di negeri betawi yang tersohor sejak jaman kolonial
kain lusuh warna-warni membalut kerangka dari bambu petung
bergoyang dan berputar-putar lagaknya seperti orang bingung
di bawah terik sinar mentari yang membakar aspal jalan
sang ondel-ondel melangkah menyusuri sudut ibukota
seakan tak hirukan lagi sepasang kakinya yang melepuh
disaput debu jalanan yang panas dan berlumuran peluh
didalam rongga tubuhnya seorang lelaki sedang bekerja
nafasnya kadang tersengal saat menghirup gerah udara
butiran keringat basahi sekujur badannya yang kering
dia bertahan tuntaskan perjalanan sampai ujung gang
sang ondel-ondel terus menari seiring suara musik tehyan
nadanya yang sumbang mengusik telinga yang mendengar
tiada bosan meski hanya satu lagu yang diulang-ulang
tawa kecil sebaris anak singkong mengekor di belakang
di antara gang-gang sempit langkahnya sejenak terhenti
renggangkan tulang yang mengencang di setiap sendi
setarik nafas terhela sambil meraup sejumlah tenaga
diambilnya seteguk air bening sekadar mengusir dahaga
sementara satu temannya berkeliling berharap sumbangan
kaleng bekas ditangannya terkumpul keping uang recehan
demi mengganti ongkos jalan dan uang makan seharian
meski itu tak kan sempat membuat isi perutnya kenyang
raut mukanya yang merah menyala adalah topeng kemiskinan
lidi yang tertancam di rambutnya adalah tanda kekurangan
senyumnya yang kaku hanyalah sebuah simbul kepasrahan
langkahnya yang gontai menyingkap sulitnya kehidupan
ondel-ondel semestinya menjadi budaya luhur bangsa
hari ini telah bergeser menjadi kisah sandiwara belaka
mereka bersembunyi di balik kebudayaan yang agung
demi menyambung hidupnya yang makin buntung
satu catatan sedih yang tertulis di raga anak negeri
mencari kerja sesulit temukan jarum di antara jerami
seakan tiada lagi cara lain yang mungkin lebih berarti
entah sampai kapan wajah mereka bisa kembali berseri
.oOo.
@donibastian – puisi keprihatinan
highlander -21/11/2014
Hebat