Kulihat jemari tuamu tetap menari-nari di atas pilinan kertas
tak mau berhenti walau malam sudah mulai menyambut sore
masih terbayang rasa lapar cucu-cucunya
entah sampai kapan ia masih bisa memilin kertas….
terus…..
Kupandang sekali lagi tangannya sudah mulai membiru
tapi sentakan nafasmu tetap membuat tanganmu menari-nari lagi
tak kuasa aku menatapnya lagi…
Malam semakin sunyi , hanya desahan nafasmu terus terdengar
semakin perlahan ……
embun malam sudah menetes di jendela, mentari sudah tidur lelap di keheningan malam itu
tapi tanganmu masih saja bergerak
Bulir-bulir keringatnya mulai menetes satu persatu
sampai akhirnya tangan itu terkulai lemas, menyatu dengan tanah
terdiam ditemani dengan langit yang membisu sedari tadi
sepi, tak ada suara lagi , senyap di kegelapan malam……
Cirebon, 5 Januari 2018
Sumber gambar : https://pondokhidup.blogspot.co.id/2013/08/langit-malam.html
Saya sampai baca dua kali ini pusisi
dan baru paham isinya
setelah paham saya jadi rindu kedua orang tua saya
Sebuah kehilangan itu pasti
ya kehilangan orang yg berjuang buat cucu2nya
Puisi lahir dari ketersentuhan hati pada suatu peristiwa yang membuat penyair disergap semacam arus ketidaksadaran untuk mendedahkannya ke dalam rangkaian kalimat pendek atau panjang.
Anda tersentuh pada suatu kenyataan hidup tentang persona yang mencoba bertahan dengan berjuang. Pada titik henti perjuangan, masih ada sisa kenangan.
betul, bahwa banyak orang yg hrs berjuang keras untuk bertahan hidup