apa kabarmu politikus kemarin sore ?
noda bekas tapak kakimu masih jelas terlihat
mendadak pendiam dan tak bisa teriak ‘horee”
mencoba berkelit dari apa yang tlah kau perbuat
lihatlah wajahmu dimuka cermin yang terbelah
kini nampak mulai suram memendam rasa gelisah
kau terjebak dalam permainan kotor para kolega
mengeruk pundi dan upeti mumpung masih berkuasa
sadarkah dirimu bahwa kau hanyalah sekedar boneka
yang di turunkan ki dalang dalam pagelaran wayang
demi melunaskan waktu yang terurai malam ini saja
ayam berkokok sebagai tanda kau kan kembali pulang
tapi sayang sungguh sayang seribu kali sayang
tak kau gunakan masa mudamu di jalan kebenaran
tertimbun kejayaan semu dan harta bergelimang
membawamu terkubur kedalam liang kegelisahan
sepanjang malam benakmu terjejal selaksa beban
terhimpit disela kesempatan yang makin sempit
menyelinap di antara celah menghindari tuduhan
mengurai masalah yang kian hari makin melilit
bukankah baru kemaren sore kau belajar hidup
itupun karna terlahir dari rahim ibu permaisuri
sang mentaripun enggan bersinar dan mulai redup
sekelompok gelatik kini pergi tinggalkanmu sendiri
dari balik diding kamar terdengar sayup suara ayahanda
yang sedang terbaring lemah menunggu saat ke peraduan
sedangkan disampingmu ibunda sesekali menyeka airmata
lirih dia berkata, “bersabarlah nak, jangan putus asa”
detik waktu terus berjalan tiada yang mampu menghalangi
angin dingin makin bertiup kencang menembus perisai diri
kian mengguncang kursi megah tempatmu selama ini bertahta
sementara sekawanan serigala menunggu dibalik daun jendela
tak kan lama lagi kisahmu akan segera berakhir
bersama airmata istrimu yang tak henti mengalir
anak semata wayang menatapmu sambil bermain bola
dalam hati bertanya mengapa ayahnya bermuram durja
barulah kini kau bisa menyadari
tak kan ada yang abadi didunia ini
meski kau seorang pangeran sekalipun
hukum dinegeri ini tak memberi ampun
.oOo.