aku melihat kabut putih membubung
diatas nyala api yang menjilat-jilat
merayapi ranting sambung-menyambung
hamparan langit berselimut makin pekat
burung dan belalang berlarian kesana kemari
sekadar mencari tempat ‘tuk bersembunyi
pucuk-pucuk daun cemara tak terlihat lagi
berganti suasana alam yang diam dan sepi
sementara angin membawa sisa-sisa jelaga
terbang melayang tak menentu arah
hinggap di setiap jengkal pelataran
mengisi diantara sela nafas kehidupan
lalu apa yang bisa kau lakukan, tuan
apakah ini sebagai pertanda hukuman
atau bumi ingin sekadar menyapamu
agar kau kembali ke jalan yang dituju
pernahkah kau tahu apa yang tengah terjadi
di sudut dusun anak-anak angsa ‘tlah mati
sesak di dada penuh dengan kata tanya
menyatu bersama tetes airmata induknya
rentangkan tanganmu, tuan
peluk jiwa kami yang rapuh
sudikah sejenak kau pikirkan
apa yang mesti kami lakukan
ingatkah dulu saat kami rangkai satu kursi
yang kami kirim hanya untuk kau duduki
biarkan suara-suara sumbang mengitari
tetaplah kau pegang teguh amanah kami
wujudkan hujan dari balik rimbun awan
basahi bumi kami yang kekeringan
mengusir debu yang beterbangan
terangi cahaya ‘tuk membuka jalan
kami hanyalah ilalang yang ikut terbakar
luluh lantak berkalangkan tanah tembikar
tangan-tangan lemah meraih kekosongan
menanti setitik embun pembawa harapan
kami percaya di tanganmu tersimpan asa
di bahumu adalah tempat kami mengadu
jangan biarkan suara kami terkubur masa
larut di dalam rasa pedih yang membatu
.oOo.
#donibastian – lumbungpuisi
greenfiled – 08/10/2015