Aku takkan lagi mengenangmu
mengeja namamu,
ketika kau toreh dusta
pada hatiku yang teraniaya.
Mengenangmu adalah riuh rindu
yang bergerak merupa angin,
menghempas lepas
dalam linang luka yang tertidas.
Sayang,
senja ini aku mengenang Cinta kita
seakan tertayang meski kini semua
hanya tinggal kenangan.
Kabut seakan luka
yang meriuhkan jelaga malam,
dan mengoyak tabir cinta
dalam pekat semesta.
Aku kehilangan kata,
ketika Kabut membungkam luka lara,
hingga keping damba yang dulu pernah membuncah rasa,
tak tersisa.
Kabut menggigilkan hatiku,
memenjarakan aku dalam genang rindu
yang kian menghimpitku.
Di telaga malamku,
kupintal do’a yang berbalut Kabut dan air mata,
pada pendar berjuta bintang,
kutitipkan pijar asa. ~
Mengubah Kabut pada telaga menjadi kehangatan
dan debar keindahan yang memadu pendaar
kebahagiaan sepasang mata hati.
Rembulan sembunyi di balik awan pekat merata,
angin gelisah,
Kabut di bukit Telaga dan
menutup semua asa.