sepasang mata mungil tampak redup di ruang gelap
seredup jalan hidupnya yang sewindu baru genap
merintih sendiri di sudut kamar yang pengap
tersengal nafasnya terhirup aroma tak sedap
apa yang dijalani tak seperti teman sebaya
riang canda kala bersama seolah mimpi semata
waktu bergulir hanya tinggalkan jejak derita
dalam naungan bunda yang tak punya rasa iba
tapak kaki kecilnya membelah kesunyian pagi
menyusuri jalan ke sekolah tiada yang menemani
sesekali jemarinya mengusap butir peluh di dahi
senyumnya yang manis kini tak tersungging lagi
gadis sekecil itu harus bergelimang dalam duka
hatinya menguncup ketika badai amarah menyambar
terpaksa menuruti perintah bagai hamba sahaya
suara bunda terdengar laksana petir menggelegar
kini tubuhnya rebah di dasar jiwa yang pasrah
bersama isak tangis pilu tanpa airmata menitis
tak tahu lagi harus kemana jalan ‘tuk melangkah
tenggelam dalam kepedihan hidupnya yang tragis
hingga pada suatu pagi gadis itu menghilang
tiada satupun tahu dimanakah dirinya berada
tersiar kabar anak hilang berhembus kencang
wajah yang bening terpampang di depan media
dua pekan seiring berlalu di masa pencarian
menyisir setiap pelosok demi mencari dimana
namun tak mampu menyingkap satupun jawaban
hanya waktu yang akan memberi petunjuknya
hingga sampai pada akhir sebuah kisah
mengapa harus dia jalani hidup susah
mungkin sudah suratan nasib yang suram
busuk tubuhnya tergolek di kandang ayam
selamat jalan Angeline
kini tiba saat kau bisa tersenyum bahagia
bermain bersama bidadari kecil ditaman surga
di tengah ribuan kembang mawar dan melati
segala deritamu di dunia kini telah diakhiri
.oOo.
R.I.P Angeline
Puisi ini untuk mengenang gadis kecil
yang telah pergi untuk selama-lamanya
@donibastian – lumbungpuisi
greenfield – 06/10/2015
HeadLine di Kompasiana