aku adalah cahaya lilin
namun tak menerangi ruang batinmu
aku adalah sinar rembulan
tapi tak mampu menemani malammu
selama debur ombak masih berlari menuju bibir pantai
sepanjang ruas asa masih sanggup untuk kugapai
bagai kelopak mata yang tak berhenti berkedip
disetiap rangkai kata doa yang sempat terselip
bila aku sang mentari maka engkaulah bumi
tiada henti cercah sinar ini kupancarkan
walau terpisah waktu dan jarak tak bertepi
tak hendak kuberhenti menunggu titik harapan
kata cinta hanyalah lukisan fatamorgana
yang tergambar diantara lengkung pelangi
nyanyian rindu menemani butiran airmata
memeluk bayang semu hingga datangnya pagi
ribuan kenangan terbuang di sepanjang waktu
terbawa angin yang menuju entah kemana
masa depan yang kurangkai dalam sendu
perlahan kini tlah berganti wujud nyata
kau campakkan bunga-bunga mimpi
yang bertebaran di ruang sunyi
ingin kurangkai satu persatu
agar semua dapat kembali utuh
aku sering bertanya pada dinding kamar
masih adakah pagi yang kan menjelang
kemanakah sampan ini ‘kan bersandar
bila tali dermaga perlahan hilang
aku terdampar di samudera kehampaan
tanpa hadirmu aku tergulung ombak
aku tersesat di belantara hutan
tanpa dirimu aku semakin retak
lambaian tanganmu kini tak lagi kulihat
yang dulu senantiasa kau berikan untukku
meski hanya sepatah kata tanpa tersurat
membasuh hati kala terbalut sejuta rindu
kutitipkan puisi ini pada merpati kencana
yang terbang menuju ke dalam bilik kamarmu
biar saja kutulis meski tak sempat terbaca
demi melepas gundah yang t’lah lama membatu
@donibastian – lumbung puisi
11/09/2015