berjalan melenggok si burung merak jantan
bergaun biru mekar sayapmu setengah lingkaran
badan memutar kekiri kekanan mencari perhatian
layaknya peragawati di panggung pertunjukan
pergi keluar kandang ketika menjelang malam hari
menenteng beauty case berisi kosmetik warna warni
menyusuri sepanjang bibir jalan dibawah sinar bulan
sayapmu kembali mekar menawarkan sejuta keindahan
aduhai cantiknya dirimu tak sangka kau adalah lelaki
dibalik gaunmu yang beraksen hijau biru bulatan hati
cahya rembulan berpendar riang menyilau gemerlap sayapmu
sejuta pasang mata tak mampu berpindah menatap wajahmu
sapanjang malam kau habiskan waktumu berdiri tepi jalan
menunggu datangnya lelaki hidung belang mengajak berkencan
terpukau keindahan rupa wajah dan lekuk tubuhmu yang seksi
membuat mabuk kepayang lelaki jadi lupa dirumah punya istri
hingga pada suatu malam, si burung merak kembali beraksi
sepatu high hill putih kau injak menambah tinggi semampai
namun tak seperti biasa kau nampak menyimpan gundah di hati
mengingat telah bertengkar hebat dengan kekasihmu tempo hari
tak terasa jarum jam sudah menunjuk ke angka empat
tiba tiba sebuah sorot lampu sepeda motor mendekat
ditengah suasana hening sepi dan kaupun sendiri
seorang lelaki berjaket hitam turun menghampiri
kau nampak terkejut melihat lelaki itu kekasihmu
terlihat raut mukanya memerah terbakar api cemburu
dari mulutnya keluar kata kasar tercium bau alkohol
kau pun nampak tak mau mengalah dan terlihat konyol
kemudian apa yang terjadi sungguh tak disangka
sayap merak seolah menguncup keindahannya hilang
menghadapi lelaki itu dia berubah ke wujud aslinya
yang terlihat hanyalah dua lelaki sedang berperang
burung merak mencakar lengan lelaki itu dengan kukunya
setetes darah mengalir pada bekas jalur cakarannya
lelaki itu mengerang perih sambil memegang luka
sepucuk senapan tercabut dari balik jaket hitamnya
ditariknya sekali pelatuk dan senapan itupun menyalak
sebutir timah panas merobek jantung si burung merak
lelaki itu kemudian pergi meninggalkannya terkapar
seolah tak peduli lagi asal dendamnya tlah terbayar
tubuh si burung merak tergolek di pinggir jalan
darah segar mengalir dari mulutnya membasahi aspal
mukanya pucat pasi seakan tak punya harapan lagi
sejenak nafasnya tersengal dan kemudian terhenti
fajar pagi termangu sedih melepas jiwa nan sepi
tergerus api amarah lelaki yang merasa tersakiti
si burung merak yang cantik itu kini tlah pergi
sekedar menorehkan cerita hidup yang tak berarti