Anisa

skatsa

 

lelaki itu melihat sketsa wajah
terkurung bingkai pelangi
secantik sayap kupu-kupu
berpendar di dahan cemara
memantul ke langit kamar
menembus bilik jantungnya

darahnya  memuncrat
warna merah jambu
semburat ke dinding
terlukis gambar hati

sepasang mata sulit terkatup
sedang tubuhnya melepas beban
tergoda tarian rona muka
mengalir dalam nadi
pecah dalam sunyi

terdiam sejenak mengingat
angin senja mengalir ke barat
disuruhnya  merpati terbang ke utara
paruhnya mematuk kelopak mawar

mencari sebidang  datar
menukik turun menghampiri
bulat oval wajah terusik

merpati tinggalkan pesan
dari tuannya di seberang
selembar kulit daun lontar
tulisan buram patah patah
tak terbaca apa apa

tuan putri bertanya
pada burung bul bul
siapa dan mengapa
beneran atau ngibul

selembar tabir tergelar
warna abu abu tua
sang putri mengambil gunting
dipotongnya tali layar
perlahan tabir turun

lelaki itu masih menunggu
diatas sebuah batu kerikil
relung batinnya  labil
tersenggol angin jatuh

dia terkapar di atas ranjang
memeluk guling beralas bantal
tangannya meraih pena
tidur dan bermimpi
menulis sebuah puisi
untuk Anisa

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.