di bawah pijaran lampu merkuri yang terdiam di tepian jalan
tak mampu menahan deru suaramu merobek keheningan malam
di antara ribuan kata yang kau biarkan terurai berarak-arakan
memekak gendang telinga dan menusuk hati yang terdalam
kau telah tenggelam jauh ke dasar samudera emosi
hingga mata hatimu tak mampu melihat jernih nurani
hanya bertumpu pada kisah yang terlukis tak terarah
menelan mentah kepingan cerita palsu menyulut amarah
mendekatlah sejenak dan tatap kedua sudut mata ini
tidakkah kau melihat airmata yang menitis perlahan
pegang tanganku yang gemetar menahan perih sanubari
tak kuasa menahan lara atas semua yang kau tuduhkan
ingatkah kau saat kupersembahkan sekuntum bunga
dan kau tautkan bersama kembang yang kau punya
sebagai tanda bahwa cinta kita telah menyatu
dan kita biarkan tumbuh hingga akhir waktu
apakah sebuah pebedaan kau jadikan penutup jalan
mengapa kau bangun dinding yang memisahkan kita
hingga lambaian tangankupun tak kau hiraukan
sampai hati kau sayat luka hingga remuk redam
sepanjang malam aku bertanya kepada rembulan
sampai kapankah airmata ini berhenti mengalir
bulir-bulir cinta yang kusimpan kini berserakan
apakah pertanda bahwa kisah ini segera berakhir
bila kau masih menyimpan asa di balik keangkuhan
sekali waktu cobalah kau dengar nasihat rerumputan
menepis segala risau yang menoreh khayalan semu
percayalah bahwa aku masih tetap mencintaimu
‘tuk kesekian kali aku harus mengalah
meski kaupun telah menilaiku salah
kurangkai kembali puing-puing kasih
berharap cinta kita kembali pulih
malam yang murung tanpa cahaya bintang
sementara langit tampak diam membisu
semoga esok mentari ‘kan bersinar terang
terbuka pintu bagi cinta kita ‘tuk bersatu
.oOo.
@donibastian – lumbungpuisi.com
highlander – 10/02/2015