Puisi Karya : Zoel Z’anwar
Aku yang orok–terlahir di jaman pesawat tempur dan fusi-fusi nuklir
tiba-tiba menjadi raksasa, setinggi gunung, securam tebing, sedatar katulistiwa
sebiji mataku lompat ke awan. menertawaiku karena dia mengenal rupa-rupa
katanya,
tanahmu, bumimu, bumi sampah, sampah-sampah memamah
orang-orang, tua-tua, muda-muda–lari ke hutan dan menjadi hantu hutan.
makhluk hutan: Babi hutan, kucing hutan, harimau hutan, badak hutan,
dan segala hutan–pindah ke gedong-gedong, kota-kota,rumah-rumah, bedeng-bedeng dan segala huni.
makhluk halus: Genderuwo halus, pocong halus, dhanhyang halus, demit halus, memedi halus, dan tuyul dan semua halus-halus–masuk ke daging-daging, ke jiwa-jiwa, ke raga-raga, ke mata-mata, ke semua-semua.
ku ikatkan gandi, kubakar pucuknya dengan imajinasi, kupanah mataku di awan
terjerembab, dia jatuh serupa batu di kedalaman laut, dicumbui cumi-cumi, ditendangi kuda laut, ditelan paus lalu dimuntahkan dan selip di sisi karang.
masih juga tertawa, katanya,
lautmu laut palsu, palsu-palsu serupa kolam
dangkal, kosong, sekarat! sebentar menunggu mati seperti bangkai kapal yang karam dan karatan.
anasir lautmu: anjing laut, kuda laut, singa laut, kepiting laut, naga laut dan segala pemabuk laut, penikam laut, pendusta laut, perampok laut, pemajang kura-kura laut –hidup tanpa kenal asin, mengawang, menyembur, menghantu, lalu lebur tumpahlah pada bangkai-bangkai, tengkorak, gigi-gigi tanggal, duri-duri ikan yang busuk di mulut terumbu.
air lautmu: air muka laut, air mata laut, air hambar laut, air kencing laut dan air-air laut-laut–tumpahlah memenuhi mulut-mulut, panci-panci, kuali-kuali, periuk-periuk, ember-ember, tong-tong yang berisi kutu-kutu hidup, seketika juga mati tanpa kubur di lautmu.
ku ambil mesiu, kuaduk amarah pada sebuku aur. padanya kuikatkan surat-surat–asa
kuledakkan karang dan mataku di sudut sempit. dia loncat, dia lari dan lari menembus hutan, menelan segala duri, meminum getah sugi-sugi, dia sampai di ladang-ladang.
kutembak, kutembak! kujerat, kujerat! kujala, kujala! kubakar-kubakar!
dia hangus di api amuk-amuk, lalu lesap menjadi udara bertuba. dari tiup-tiupnya dia berkata,
telingamu telinga setan, matamu sebiji dongkol tersisa, mata durhaka, mulutmu, mulutmu monyong mulut dergama! sebelum dia menjadi topan, lalu lesap di bawa menjadi awan kotor.
aku yang raksasa menemu kaca di telaga bening. aku berkaca tembus ke jiwa, aku menangis, aku mendendangkan ratap-ratap. ratap-ratap setinggi gunung, securam tebing, sedatar katulistiwa.
ku congkel sebiji mata sisa, kubunuh dan kutelan.
aku menjadi raksasa luka
di katulistiwa.
.oOo.