hari yang penuh bernyali kini berganti wajah remang
mata sang surya tampak redup membias warna sayu
induk gelatik memanggil anak-anaknya kembali pulang
menyatu bersama di bawah untaian rimbun daun waru
aku yang termangu sendiri terjepit di antara dinding kamar
sedangkan jemari tanganku menari di atas pilah papan kunci
di tengah rangkaian kata yang tertahan di sepetak layar datar
lirih suara hati bertanya, dunia mana yang hendak kupelajari
mungkin aku hanyalah kumbang yang tersesat di pelataran
mencari-cari dimana kelopak kembang melati bersembunyi
lelah sayapku mengepak dan tak tahu kemana arah tujuan
di antara ranting meranggas kupanggili nama yang tak pasti
sejuta sajak yang sengaja terlukis di atas kanvas lamunan
seolah sirna tergerus waktu yang terus berputar tiada henti
kemana perginya merpati yang biasa hinggap di atas dahan
ingin kuselipkan pesan sebelum melesat ke langit yang tinggi
aku tak percaya bila masih ada pintu hati yang terbuka
akupun tak yakin bila bunga mekar saat musimnya tiba
masih adakah wajah dewi yang tergambar dalam mimpi
yang setia menemani saat terjaga di tengah malam sepi
apakah hatimu tak mampu membaca tentang satu cerita
kisah tentang dua anak manusia yang merajut rasa cinta
sedangkan kumampu membuatmu melayang ke angkasa
sementara kau menjelma bidadari yang turun dari surga
kutulis syair ini sebagai tanda bahwa aku tak ingin sendiri
merindukanmu laksana bintang yang setia menunggu bulan
sisa harapanku dihempas angin yang sedang berlalu pergi
hanya memeluk mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan
puisiku beterbangan bagai kapas yang tertiup angin senja
bagai perahu yang hanyut sekadar mencari titian dermaga
syairku terpendam oleh pekat malam panjang tak bertepi
tenggelam di lautan gelisah menanti datangnya sang dewi
#donibastian – lumbungpuisi.com
GF, 16/12/2015