sepasang bola mata sayu menatap semangkuk nasi
sisa hari kemarin yang t’lah menebar aroma basi
sepotong ikan asin terlentang diatas permukaannya
sementara dua telapak tangan kecil menangkupnya
coba katakan, hati bunda mana yang tak ‘kan teriris
memandang wajah anaknya yang lemah tengah menangis
menahan perutnya yang tampak buncit terisi angin
ditengah rintik gerimis yang meniup udara dingin
meringkuk berdua di bawah lembar kayu lapis usang
sekadar berlindung dari sengatan panas matahari
tak ada lagi pilihan mau kemana hendak bertandang
memaksa mereka ‘tuk bertahan demi menyambung hari
detik waktunya terbuang sepanjang jalan kehidupan
bertarung melawan roda zaman yang lama menggilas
berjuang melepaskan diri dari jerat kemiskinan
tenggelam didalam gerak irama hidup yang keras
bagai sekumpulan keluarga yang tersesat di rimba
di antara rimbun gedung tinggi menjulang angkasa
terhimpit oleh dinding kokoh pemuja ketidakadilan
terlindas deru kota yang tak mengenal rasa kasihan
dari dalam bilik hatinya memendam rasa ingin kembali
injakkan kaki di sepetak ladang hijau dipinggir kali
terbayang lagi saat menuai padi kala musim panen tiba
dalam suka cita pulang ke rumah bersama datangnya senja
namun keinginannya tertunda saat melihat silau permata
yang terpancar indah di sela riuh detak jantung kota
segumpal harapan terkepal erat di kedua telapak tangan
berharap mimpi semalam ‘kan menjelma menjadi kenyataan
@donibastian – Lumbungpuisi.com
greenfield – 04/06/2015