aku pijakkan kaki memasuki pintu kereta malam
seorang pramugari manis menyapaku dengan senyuman
selembar tiket terselip disela sela jari tangan kiri
dibalik punggungku terbebani ransel penuh baju ganti
kususuri lorong kereta mencari nomor tempat duduk
wajahku menoleh ke kanan kekiri agar tak terlewati
lelah kerja seharian membuat mataku sedikit mengantuk
langkahku terhenti tepat disebelah nomor yang kucari
aku sengaja memilih duduk merapat dekat jendela
agar dapat memandang benda bergerak diluar sana
tak seberapa lama sejak kursi itu kududuki
tiba tiba terdengar suara halus menyapa,” permisi..”
“silahkan..”, itu kataku membalas sapaannya
aku tak sempat melihat wajahnya
tapi yang jelas dia seorang wanita
tercium olehku wangi lembut parfumnya
terdorong penasaran aku menengok kekanan
ternyata dia punya wajah cantik menawan
kebetulan saja diapun juga menatapku
sambil tersenyum dia tertunduk malu
Tuhan, siapa gerangan bidadari disebelahku ?, tanyaku dalam hati
aku mulai mengajaknya bicara sambil memperkenalkan diri
katanya dia mau pulang menjenguk ibunya di Jogja
tanpa teman dia sering pulang seorang diri
sudah biasa dilakukannya sejak bekerja di Jakarta
sepanjang perjalanan aku dan dia saling berbagi cerita
mulai kebiasaan hidup sehari hari sampai ke masalah kerja
hingga kemudian aku bertanya apakah dia sudah punya pacar
tapi seketika dia terdiam kemudian matanya berkaca kaca
aku tak tahu apa yang terjadi pada dirinya
sambil terbata dia berkata, “pacarku sudah tiada..”
terkejut aku mendengarnya seraya minta maaf padanya
tak bermaksud sedikitpun untuk membuatnya berduka
tak terasa waktu semalam begitu cepat berlari
jam tanganku menunjukkan pukul empat pagi
kereta kemudian perlahan dan berhenti
diapun segera mempersiapkan diri
setelah mengucap salam diapun pergi
aku masih meneruskan perjalanan ke surakarta
rasanya tak ingin segera berpisah dengannya
apakah aku telah jatuh cinta ?
tantu saja aku tak mau terburu mengatakan “ya”
sesaat kemudian kereta bergerak lagi
menuju satu kota tujuan akhir
sementara masih terbayang bayang wajahnya
tiba tiba aku terhenyak dari kursi
ada satu hal yang tak sempat aku minta
aku belum punya nomor handphonenya
ingin rasanya aku meloncat dari kereta
kembali menyusul untuk sekedar meminta nomornya
tapi kereta sudah terlalu cepat berjalan
aku kembali terduduk dengan penuh rasa kekecewaan
Tuhan, kenapa aku jadi sebodoh ini ?
bagaimana caranya aku bisa menemuinya lagi
sedangkan nomor Hp nyapun belum aku kantongi
waktu semalam bersamanya menjadi tak berarti
sampai sekarang aku masih tak percaya
mengapa itu semua bisa terjadi
memang sejujurnya harus aku akui
bahwa aku telah jatuh hati kepadanya
dan cintaku tertinggal di kereta malam..
,oOo,
Headline di Kompasiana.com